Tak sedikit pula yang mengaitkan tangisan Puan dengan gaya kepemimpinannya di DPR.
“Anda juga suka matiin mic orang lain ketika ngasih masukan, Bu.”
“Bukannya dia yang suka matiin mic kalau lagi bahas rakyat?”
“Micnya kok nggak mati, Bu?”
Citra Politik yang Terkikis
Momen emosional yang seharusnya menghadirkan simpati publik justru dinilai sebagian masyarakat sebagai gimik politik.
“Gimik gak nih, takutnya gimmick di-prank lagi, demo lagi 😭.”
“Lah gak sadar diri, padahal dia pun sama.”
“Pecat Bu… biar adil sama kader lain yang dipecat karena kelakuan minus.”
Cibiran publik ini memperlihatkan jurang ketidakpercayaan yang kian melebar antara rakyat dan elite politik. Tangis Puan seakan gagal menyentuh hati masyarakat yang masih kecewa terhadap kinerja parlemen.
Kini, publik menantikan apakah PDIP maupun Puan Maharani akan mengambil langkah konkret, atau sekadar berhenti di air mata yang dianggap publik tidak lebih dari simbol tanpa solusi.(Wartabanjar.com/berbagai sumber)
editor: nur muhammad