WARTABANJAR.COM – Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan menjadi waktu paling istimewa, terutama karena keberadaan Lailatul Qadar. Rasulullah SAW telah memberikan teladan dalam menghidupkan malam-malam akhir Ramadhan dengan ibadah yang khusyuk.
Menurut Ustadzah Tuti Lutfiah Hidayah, Alumni Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Sayyidah Aisyah RA, Rasulullah SAW memperbanyak ibadah, menjauhi hubungan suami istri sementara waktu, serta membangunkan keluarganya untuk beribadah di malam hari.
Dari Aisyah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW, ketika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari-Muslim).
Tidak hanya itu, Rasulullah SAW juga menganjurkan umatnya untuk menghidupkan malam pertama bulan Syawal atau malam Hari Raya Idulfitri. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah dari Abu Umamah RA, disebutkan:
“Barang siapa menghidupkan (dengan ibadah) malam dua hari raya karena mengharap ridha Allah, maka hatinya tidak akan mati di hari semua hati mati.”
Hati yang mati adalah hati yang dikuasai oleh kecintaan terhadap dunia, sehingga jauh dari nilai-nilai keimanan. Sebaliknya, mereka yang menghidupkan malam hari raya akan memiliki hati yang tetap hidup dan terjaga dari su’ul khatimah.
Para ulama, termasuk As-Shan’ani dan Al-Munawi, menyebutkan bahwa menghidupkan malam hari raya adalah tanda kebangkitan hati yang terbebas dari cinta dunia. Menurut Imam Nawawi, ibadah pada malam hari raya dapat berupa salat, zikir, tadarus Al-Qur’an, serta mengucapkan takbir dan doa.