“Namun demikian, bukan berarti tidak ada hujan karena ada beberapa wilayah Indonesia yang memiliki sifat musim kemarau di atas normal yang memungkinkan menerima akumulasi curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya,” katanya.
Dengan demikian, kesimpulannya adalah karena tidak adanya dominasi iklim global seperti El Nino, La Nina, dan IOD sehingga prediksi BMKG iklim tahun ini normal dan tidak sekering tahun 2023 yang berdampak pada banyak kebakaran hutan.
“Kemarau tahun 2025 ini cenderung mirip dengan kondisi musim kemarau tahun 2024,” kata Ardhasena.
Dwikorita mengimbau di sektor pertanian, agar dapat menyesuaikan jadwal tanam di wilayah-wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih awal maupun lebih lambat, memilih varietas tahan kekeringan, serta mengoptimalkan pengelolaan air di daerah dengan musim kemarau lebih kering dari normal.
Sementara itu, wilayah yang berpotensi mengalami musim kemarau lebih basah dapat memanfaatkannya dengan memperluas lahan sawah untuk meningkatkan produksi pertanian.
Untuk sektor kebencanaan, pihak-pihak terkait bisa meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di wilayah rawan yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan curah hujan Normal atau Bawah Normal.
“Kemudian sektor lingkungan, dapat mewaspadai memburuknya kualitas udara di kota-kota besar dan wilayah rawan karhutla, serta potensi gangguan kenyamanan akibat suhu udara panas dan lembap selama musim kemarau,” sarannya, dikutip dari laman resmi BMKG, Jumat (21/3/2025).