Imam Qurthubi dalam kitab Al-Ahkam li Ahkami Al-Qur’an menjelaskan bahwa pada “malam yang diberkahi” bukan hanya menjadi waktu turunnya Al-Qur’an, tetapi juga saat diturunkannya kitab-kitab suci sebelumnya.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad, suhuf Nabi Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat pada tanggal enam, Zabur pada tanggal dua belas, Injil pada tanggal delapan belas, dan Al-Qur’an pada tanggal dua puluh empat Ramadhan.
“Shuhuf (lembaran-lembaran wahyu) Nabi Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan. Taurat diturunkan pada hari keenam Ramadhan. Zabur diturunkan pada hari kedua belas Ramadhan. Injil diturunkan pada hari kedelapan belas Ramadhan. Al-Qur’an diturunkan pada hari kedua puluh empat Ramadhan.” (HR. Baihaqi)
Hal ini menunjukkan bahwa bulan Ramadhan memiliki keutamaan yang luar biasa, karena menjadi bulan di mana wahyu Allah diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia di berbagai zaman.
Al-Qur’an sendiri diturunkan secara keseluruhan dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia pada malam Lailatul Qadr, sebelum kemudian diwahyukan secara bertahap kepada Nabi Muhammad selama 23 tahun.
Penurunan wahyu secara bertahap ini menunjukkan kebijaksanaan Allah dalam memberikan wahyu sesuai dengan kondisi dan kebutuhan umat saat itu. “Qatadah dan Ibnu Zaid berkata: Allah menurunkan seluruh Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar dari Ummul Kitab ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Kemudian Allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad secara bertahap dalam malam-malam dan hari-hari selama dua puluh tiga tahun. Makna ini telah disebutkan sebelumnya dalam (Surah Al-Baqarah) pada firman Allah Ta’ala: ‘Bulan Ramadan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an,’ dan akan disebutkan kembali setelah ini, insya Allah Ta’ala,” (Imam Qurthubi, Jami’ Li Ahkami Al-Qur’an, [Beirut: Darul Fikr, tt], Jilid XVI, hlm. 116).