WARTABANJAR.COM – Assalamualaikum Wr Wb, Izin bertanya mengenai kafarat utang puasa. Berikut contoh kasusnya: Fulan memiliki utang puasa 10 hari pada tahun 1445 H. Kemudian, dia membayar kafarat fidyah sebelum memasuki Ramadhan 1445 H. Pada tahun 1446 H, utang puasa yang 10 hari tersebut sudah terlunasi 4 hari, sehingga masih ada sisa 6 hari.
Jawaban: Wa’alaikumus salam Wr. Wb. Terima kasih atas pertanyaan yang telah Saudara/i kirimkan. Sebelum menjawab, kami mohon maaf karena kami belum dapat menyimpulkan dengan jelas maksud dari pertanyaan tersebut, mengingat terdapat sedikit ambiguitas.
Apakah yang dimaksud dengan “hutang puasa” tersebut adalah yang perlu diqadha’ atau hanya sekadar membayar fidyah?
Untuk itu, kami akan memberikan penjelasan secara umum yang bisa diterapkan pada kasus yang Saudara/i alami.
Secara garis besar, kami memetakan pertanyaan ini ke dalam dua hal utama: ketentuan mengenai fidyah dan hukum membayar fidyah sebelum masuk Ramadhan. Ketentuan Fidyah Orang yang meninggalkan puasa Ramadhan baik sengaja ataupun karena uzur, dia wajib melakukan qadha’ di bulan selain Ramadhan. Ketentuan ini berdasarkan surah Al-Baqarah ayat 184: “Maka siapa saja di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia tidak berpuasa), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”
Jika puasa tersebut ditinggalkan tanpa uzur, maka ia wajib melakukan qadha’ sesegera mungkin, sedangkan jika puasa tersebut ditinggalkan karena uzur seperti haid, nifas, atau sakit, maka qadha’ puasa tidak harus segera dilaksanakan, atau dalam kata lain boleh ditunda sampai sebelum datang Ramadhan selanjutnya.