Sementara sektor UMKM akan sangat bergantung pada stabilitas daya beli masyarakat. Kalau daya beli menurun, sudah pasti produk UMKM cenderung turun seiring dengan naiknya harga jual.
Baca juga:Inul Tak Kasih Ampun Mantan Karyawan yang Bawa Kabur Mobil dan Uang
“UMKM berisiko mengalami penurunan penjualan yang signifikan, mengakibatkan ketidakmampuan untuk mempertahankan arus kas dan keseimbangan keuangan usaha mereka.
Jika ini dipaksakan pada waktu yang tidak tepat maka masyarakat akan makin sulit terimbas dampak ikutannya, dan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan lebih rendah dari target semula,” terang Evita.
Padahal, menurut Evita, kebijakan yang berfokus pada pembenahan sistem administrasi pajak dan efisiensi belanja negara akan lebih bermanfaat bagi perekonomian ketimbang membebani UMKM dengan kenaikan pajak.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen berpotensi menambah beban pada pelaku UMKM, yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia,” sebut Legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu.
Baca juga:18 Hari Ditreskrimsus Polda Kalsel Ungkap 46 Kasus, Potensi Kerugian Negara Rp15 Miliar
Evita memahami ada sejumlah barang yang dikecualikan dari kenaikan PPN 12 persen, seperti barang-barang kebutuhan pokok, jasa Pendidikan, layanan Kesehatan, transportasi dan lainnya, namun ada banyak barang yang terdampak imbasnya, termasuk produk local yang akan menjadi lebih mahal dari sebelumnya.
“Tentunya ini mengurangi daya saing produk UMKM di pasar. Situasi ini akan membuat konsumen memilih produk impor yang lebih murah dan mengakibatkan ketimpangan pasar serta mempersulit UMKM untuk mempertahankan pangsa pasar mereka,” paparnya meminta pemerintah untuk menginformasikan detail terkait mana barang yang terkena dan tidak kena PPN.