WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengungkap adanya pasien yang dirawat karena kecanduan judi online (judol). RSCM mencatat adanya pasien pecandu judi online di bangsal psikiatri sejak Januari 2024.
Pihak rumah sakit mengungkap gejala dan terapi yang dilakukan mirip dengan penanganan pecandu narkoba. Salah satu kesamaan dari pecandu narkoba dan judol, yaitu kesulitan mengendalikan keinginan atau hasrat pada hal terlarang.
Baca juga:Lagi, Bareskrim Sita Aset Judi Online yang Dikendalikan WNA China Senilai Rp 13.8 Miliar
“Kenapa? Karena craving atau keinginan yang sangat kuat untuk melakukan judi itu ada. Akibat dari kerusakan otak bagian depan. Jadi stop system di otak itu seperti tertekan atau rusak. Jadi tidak aktif lagi,” ujar Psikiater Konsultan Adiksi dan Kepala Divisi Psikiatri RSCM dr Kristiana Siste Kurniasani kepada Beritasatu.com, Sabtu (9/11/2024).
Kristiana menekankan para pasien kecanduan judol mengalami kerusakan pada area otak yang sama dengan pecandu narkoba. Utamanya pada bagian stop system otak yang tidak berfungsi.
Oleh karena itu, mereka tidak bisa mengambil keputusan yang tepat dalam keadaan sadar sekali pun. Selain itu, fungsi eksekutif, fungsi merencanakan, dan mengambil keputusan pada otak terganggu.
“Orang tersebut tidak bisa mengendalikan perilakunya. Beda hal ketika seseorang itu sudah kalah berkali-kali harusnya bisa mengambil keputusan, saya harus berhenti saat ini dan tidak mengulang judi kembali,” beber Kristiana.
RSCM menyebut sudah merawat sekitar 130 pasien yang terpapar judi online periode Januari-Juni 2024. Dari data itu, 40 pasien menjalani prosedur rawat inap, sedangkan para pecandu judol yang rawat jalan ada 90 orang.
Kristiana menjelaskan untuk sembuh pasien rawat inap akan menjalani perawatan minimal satu bulan atau bahkan satu tahun lamanya. Sama seperti narkoba, meski sudah sembuh, tidak ada jaminan pasien tersebut tidak terjerumus lagi bermain judol.
Baca juga:Komitmen Kapolri Soal Polisi Terlibat Judi Online: Berikan Datanya ke Saya!
“Ini adalah adiksi. Adiksi adalah gangguan penyakit otak yang kronik yang sifatnya bisa berulang. Jadi bisa relapse, mengalami kekambuhan. Jadi bisa saja kambuh. Ini persis seperti gangguan penggunaan narkoba. Jadi bisa saja berulang,” jelasnya.
Saat perawatan, Kristiana menambahkan, RSCM melakukan tata laksana komprehensif bagi pasien judi online, seperti cognitive behavioral therapy. Hal itu untuk menghilangkan pemikiran yang salah tentang kesempatan menang dalam judol.
Selanjutnya, farmakoterapi, yakni pemberian obat-obatan karena adanya kerusakan otak bagian depan yang bertugas sebagai stop system (mengendalikan keinginan).
“Craving atau keinginan yang sangat kuat untuk melakukan judi itu ada. Akibat dari kerusakan otak bagian depan. Jadi stop system pada otak itu seperti tertekan atau rusak. Jadi tidak aktif lagi,” ungkap Kristiana.
“Tidak bisa mengambil keputusan yang tepat. Jadi fungsi eksekutif, fungsi merencanakan, dan mengambil keputusan pada otak juga terganggu,” tambahnya.
Untuk menurunkan keinginan yang kuat dari pasien untuk tetap berjudi, RSCM melakukan Stimulasi Magnetik Transkanial (TMS), yakni mengalirkan gelombang elektromagnetik untuk menstimulus otak bagian depan.
“Stop system tadi menjadi aktif dan kemudian bisa menurunkan craving. Jadi orang tersebut bisa mengendalikan keinginan untuk bermain judi,” pungkas Kristiana.(pwk)
Editor: purwoko