“Yang pendidikannya rendah, yang income-nya pas-pasan, mereka tidak paham. Masyarakat yang kelas atas saja juga belum tentu paham,” kata Mirza.
Mirza menyebutkan, modus layanan paylater yang ditawarkan perbankan dan perusahaan pembiayaan (multifinance) ke dalam penjualan sebuah produk. Untuk menarik konsumen, produk yang ditawarkan itu dapat dibayar dengan mencicil dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Mirza, penawaran itu biasanya tidak disertai penjelasan lebih lanjut mengenai kewajiban dan risiko konsumen pengguna layanan pay later. Walhasil, jika tak mengikuti aturan main pay later atau tak mampu membayar, nama konsumen akan tecatat dalam SLIK.
“Kami sudah keluarkan regulasi (ke perbankan dan multi finance). Harus dijelaskan dengan transparan. Jangan pakai tulisan yang kecil-kecil. Karena setiap pinjaman pasti ada bunganya dan pengembaliannya,” imbuh Mirza.
Mirza mengimbau agar masyarakat mengedukasi diri dan mencari informasi sebelum membeli produk dengan layanan pay later. Ia menyebut sudah banyak multi finance ilegal yang diblokir lantaran terkait layanan paylater.
“Ribuan yang ilegal ini sudah ditutup, tapi muncul lagi. Karena server-nya di luar negeri,” pungkasnya. (berbagai sumber)
Editor: Erna Djedi