WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Masalah etika tetap dijunjung tinggi di lembaga KPK. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron akan menjalani sanksi etik pada awal Oktober, seperti yang diputus Dewas KPK. Sanksi etik tersebut berupa pemotongan penghasilan.
Sanksi pelanggaran etik berupa pemotongan penghasilan dijatuhkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK kepada Ghufron karena dinilai ikut campur tangan dalam persoalan mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan).
Baca juga:Kasus Abdul Ghani Kasuba Panggil 17 Saksi, KPK Sebut Banyak Saksi Mangkir karena Dikira Penipuan
“Putusan Dewas itu kan per 1 Oktober 2024,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya H Harefa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/9/2024).
Potongan penghasilan Ghufron tersebut diproses oleh bagian Kesekjenan dan berlaku selama enam bulan.
“Pada saat 1 Oktober itu baru pemotongan,” ungkap Cahya.
Diketahui, Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam pembacaan putusan, Jumat (6/9/2024) menyatakan Ghufron telah melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi sedang.
Pelanggaran etik ini soal mutasi aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Pertanian (Kementan). Padahal, KPK diketahui tengah menangani dugaan korupsi di Kementan.
Putusan etik ini dibacakan setelah sebelumnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan gugatan Nurul Ghufron terhadap Dewas KPK tidak dapat diterima.
“Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa (Ghufron) berupa teguran tertulis,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean saat sidang di kantor Dewas KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2024).