“Itulah kenapa dalam UU Minerba, amanat pengusahaan minerba diberikan kepada badan usaha, termasuk koperasi. Karena ini masalah pengusahaan, yang harus dilakukan oleh ahlinya, mereka yang memiliki spesialisasi dan kompetensi,” imbuhnya.
Mulyanto menilai, Pemerintah telah melanggar UU Minerba karena memberikan prioritas khusus kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang. Padahal amanatnya, prioritas hanya diberikan kepada BUMN/BUMD.
Baca juga: Bahas Konsesi Tambang, PP Muhammadiyah Gelar Konsolidasi Nasional di Jogja
Sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba ini bertentangan dengan UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.
Khususnya terkait dengan pasal yang mengatur tentang pemberian prioritas penawaran WIUPK (wilayah izin usaha pertambangan khusus) yang merupakan wilayah eks PKP2B kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Dalam UU Minerba prioritas diberikan kepada BUMD/BUMD. Pasal 75 ayat (3) dan (4) UU Minerba secara jelas dan tegas mengatur, bahwa prioritas pemberian WIUPK adalah kepada BUMN/BUMD. Sedang untuk badan usaha swasta pemberian WIUPK dilakukan melalui proses lelang yang fair.
Untuk itu, kata Mulyanto, sebaiknya Pemerintah membatalkan aturan pemberian konsesi tambang ini, karena mengingat umur Pemerintahan yang tinggal beberapa bulan lagi.
Baca juga: KPK Bantah Megawati Jika Kadernya Ingin Jerat Kader PDIP
“Di detik-detik akhir kekuasaan, Pemerintah jangan membuat kebijakan yang dapat menimbulkan kekacauan,” tukasnya.