Lebih lanjut, ia menjelaskan Perum Bulog masih akan memperhitungkan total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman.
Bulog memperkirakan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor tidak lebih dari 3 persen.
Sebagai catatan, Perum Bulog kini tengah mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari Kementerian Perdagangan, sebesar 3,6 juta ton pada 2024. Periode Januari-Mei 2024, jumlah impor telah mencapai 2,2 juta ton.
Adapun Impor ini dilakukan oleh Perum Bulog secara bertahap dengan melihat neraca perberasan nasional dan penyerapan beras dan gabah dalam negeri.
Baca juga: PDNS Diserang Ransomware, DPR: Harus Ada Tindak Lanjutnya
“Kami terus menjaga komitmen untuk tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang tepercaya sehingga bisa berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan hal ini tentunya sesuai dengan ke-4 visi transformasi kami.”
Terkait demurrage, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI belum lama ini, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, menegaskan bahwa demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah bagian dari risiko yang tidak bisa dihindari dalam kegiatan ekspor impor.
“Demurrage merupakan biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor. Adanya biaya demurrage menjadi konsekuensi logis dari kegiatan tersebut. Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengekspor,” ujar Bayu Krisnamurthi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR pada Kamis (20/6/2024).