Kemudian Tersangka GUP sebagai konsultan perencana dan konsultan pengawas tidak melakukan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan yang berakibat progress pekerjaan menjadi lambat.
Sehingga volume pekerjaan serta mutu hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak.
Sedangkan TS sebagai ketua panitia pelelangan pekerjaan jasa konsultan perencanaan berperan mengondisikan berbagai dokumen lelang sehingga memenangkan perusahaan tertentu sebagaimana permintaan EO.
MS dan TA kemudian melakukan penandatangan kontrak senilai Rp46 Miliar.
Setelahnya, TA mensubkontrakkan seluruh pekerjaan ke beberapa perusahaan salah satunya PT KPPN tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika, dengan sepengetahuan EO.
Dalam proyek ini TA diduga mendapatkan keuntungan hingga Rp6,2 Miliar tanpa melakukan pekerjaan sesuai kontrak.
Dalam prosesnya, pembangunan gereja tidak sesuai jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan.
Padahal telah dilakukan pembayaran pekerjaan. Perbuatan para tersangka bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa Pemerintah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Para Tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan Negara setidaknya sejumlah sekitar Rp11, 7 Miliar. Sedangkan keuntungan pribadi yang didapatkan BW, AY, GUP dan TS sejumlah sekitar Rp3,5 Miliar.
Atas perbuatannya, Tersangka TA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (ernawati/rls)