Oleh karena itu, dia pun menyerukan persatuan.
Baca Juga: Lukisan Pizza Berusia 2.000 Tahun Ditemukan di Reruntuhan Kota Pompeii, Italia
“Tidak ada cetak biru untuk proses penyembuhan, rekonsiliasi, dan pemulihan. Bersama-sama, kita berada di wilayah yang belum dipetakan. Jadi mari saling mendukung dan membimbing,” sambungnya.
Pada 2020 silam saat melawat ke Indonesia, Willem-Alexander mengucapkan permintaan maaf atas ‘kekerasan yang eksesif’ selama masa kolonialisme negara itu di Nusantara.
Kemudian pada Desember 2022 lalu, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte mengakui negaranya memikul tanggung jawab dalam perdagangan budak ke Atlantik dan mendapat untung darinya.
Dia juga meminta maaf atas perbudakan tersebut.
Saat itu, Rutte mengatakan pemerintah Belanda tidak akan membayar reparasi, seperti yang direkomendasikan panel penasehat pada 2021 lalu.
Sebuah penelitian yang dibiayai pemerintah Belanda dipublikasi pada bulan lalu menyatakan negara itu mendapatkan keuntungan hingga setidaknya US$ 600 juta dari kolonialisme pada 1675-1770.
Keuntungan itu paling banyak didapatkan dari perusahaan dagang Hindia Timur Belanda (VOC) lewat perdagangan rempah-rempah.
Selain itu, sebuah komisi kini sedang melakukan investigasi independen mengenai peran keluarga kerajaan Belanda dalam sejarah kolonialismen.
Hasilnya investigasi itu diharapkan sudah ada pada 2025 mendatang. (berbagai sumber)
Editor: Yayu