Bulan demi bulan berlalu. kami masih belum berkomunikasi satu sama lain. Mama sering meninggalkan rumah. Entah kemana. Aku nggak berani bertanya, takut malahan membuatnya lebih marah.
Sudah 3 bulan aku tidak berbicara dengan Mama.
Hari-hari yang kuhadapi sering aku isi dengan mengurung diri di kamar sambil membaca sejarah para Nabi. Terutama kisah-kisah Rasullulah yang membuatku semakin mantap menjadi seorang muslim.
BRAAkK..!!!
Tiba-tiba pintu kamar dibuka dengan suara keras.
Aku menengok dan terlihat Mama masuk dengan membawa sebuah kotak yang cukup besar.
Parasnya dingin dan sulit ditebak apa yang ada di pikirannya.
“Nduk, Mama mau tanya. Kamu harus menjawab dengan tegas!” katanya.
“Iya, Ma,” sahutku dengan suara hampir tak terdengar.
Dalam hati aku bersorak karena akhirnya Mama mau berbicara lagi.
“Kamu sudah mantap mau masuk islam?” tanyanya lagi tanpa basa-basi.
“Mantap, Ma. Chicha rasa ini benar-benar panggilan Allah,” jawabku pelan tapi tegas.
“Okay, kalau begitu,” kata Mama lalu dia mengangsurkan kotak yang dibawanya ke tanganku.
Dengan terheran-heran, aku menerima kotak tersebut, “Apa ini, Ma?”
“Nggak usah banyak tanya. Kamu buka aja kotak itu sekarang juga.”
Dengan gerak perlahan, aku membuka kotak tersebut.
Masya Allah!
Ternyata isinya adalah Kitab Suci Al Quran, mukena, kerudung, buku-buku agama Islam yang lumayan tebalnya.
Aku menatap Mama dengan pandangan bertanya.
Mama membalas menatapku dengan tajam,
“Kalau kamu ingin menjadi Islam, be a good one..!”
Mendengar perkatannya, aku menangis dan menghambur ke pelukan Mama.
Mama memeluk aku seerat yang dia bisa.
Tangisku makin menjadi-jadi dan membasahi baju Mama di bagian dada.