“45 untuk saksi TPPU dan 45 untuk saksi gratifikasi,” ucap Hary.
Dia pun menyambut positif putusan selah hakim yang menolak eksepsi dari kuasa hukum maupun terdakwa.
“Sudah kita dengarkan putusan selah dati majelis hakim bahwa eksepsi ditolak,” paparnya.
Diketahui sebelumnya, Abdul Latif didakwa melanggar Pasal 12 B Junto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain itu, Abdul Latif juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
JPU KPK juga mengungkapkan TPPU yang dilakukan oleh terdakwa di antaranya dengan memanfaatkan uang diduga hasil suap senilai Rp 41 Miliar untuk membeli sejumlah aset, mulai dari rumah, mobil, truk hingga kendaraan jenis Harley namun mengatasnamakan orang lain.
Saat ini, Abdul Latif sendiri masih menjalani hukuman, setelah divonis tujuh tahun penjara terkait suap yang diterimanya saat pembangunan RSUD Damanhuri.
Awalnya, Latif divonis enam tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 300 juta atau subsider tiga bulan oleh Majelis Hakim Tipikor, Jakarta, pada 20 September 2018 silam.
Di tingkat banding, oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, hukuman Abdul Latif pun ditambah menjadi tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan. (qyu)