Namun jika program ini dalam satu periode dirasa tidak maksimal, bisa tuntaskan di periode berikutnya.
“Kalau kita bicara visi misi dipercepat atau akselerasi pembangunan fisik sudah ada dana transfer tiap tahun,” ujarnya.
Belum lagi, sambung dia, kalau punya jaringan-jaringan untuk dana aspirasi baik dari provinsi maupun kabupaten.
“Kecuali dua tahun kemarin saya akui sejak ada Covid-19 sangat mengganggu sekali tapi kalau di tahun ideal, normal tidak ada hambatan,” katanya.
Titik jenuh dan mundurnya demokrasi Bagi Yusuf, masa 9 tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Kepala desa maupun masyarakat akan jenuh dan ini tidak sehat dalam pelaksanaan program pemerintah.
“Jabatan yang terlalu lama bisa berada dalam titik jenuh dari kita yang menjalankan maupun dari masyarakat yang menunggu,” jelasnya.
Alasan lain yakni soal SDM kepala desa yang tidak sama baik dari latar belakang maupun pendidikan hal itu dapat memicu kekuasaan yang tidak sehat.
“Ketika jabatan terlalu lama tahun dalam satu periode bisa saja kita akan lari ke hal-hal yang negatif karena jabatan itu kan candu kalau tidak dibarengi dengan spiritualitas yang bagus, lamanya berkuasa menciptakan ke arah yang negatif,” jelasnya.
“Periode 9 tahun bisa memicu ke situ. Yang ideal 6 tahun kalau kita bagus dan masih mau diterima masyarakat bisa tiga kali periode sampai 18 tahun,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Ilangata, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Sumarjin Mahulaoo mengatakan waktu 6 tahun cukup bagi kepala desa untuk menjalankan program pemerintah desa.