Baca juga: Buntut Dugaan Suap Tambang di Kaltim, Kabareskrim Dilaporkan ke KPK
Alasannya, agar IUP OP tersebut, atas permohonan Henry Soetio selaku Dirut PT PCN itu, sempat untuk diinputkan dalam tahap pertama evaluasi clean and clear (CNC) pada Ditjen Minerba, Kementrian ESDM.
“Supaya bisa cepat diajukan proses CNC ke Minerba. Sesuai surat edaran Dirjen Minerba tahap pertama sampai Mei, kalau Juni mundur lagi, karena CNC dilakukan bertahap harus menunggu tahap selanjutnya menunggu dikumpulkan IUP lain,” ujar Dwijono, dalam kesaksiannya pada persidangan tersebut.
Sebelum SK tersebut diteken terdakwa, Dwijono mengaku sempat satu bulan lebih menunda proses penyusunan draf SK itu, karena khawatir menyalahi ketentuan pada pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca juga: Sempat Lapor Polisi, Cekcok Antar Warga di Masjid Citra Land Kertak Hanyar Berakhir Damai
Di mana pada ayat 1 Pasal tersebut menurut pemahaman Dwijono, pengalihan IUP adalah hal yang dilarang.
“Saya dipanggil beliau (terdakwa) lalu diserahkan surat itu. Tolong dibantu si Ko Henry. Setelah saya terima, saya panggil staf. Saya sampaikan ini kok kelihatannya enggak boleh, saya ingat UU Nomor 4 Tahun 2009,” kata Dwidjono.
Menurut Dwidjono, tiga stafnya juga menguatkan bahwa pengalihan IUP dilarang.
Untuk memastikan hal itu, Dwidjono dan staf berkonsultasi ke Kepala Bagian Hukum Dirjen Minerba.
Menurut Dwijono, dirinya bahkan sempat menahan sekitar satu bulan, sekaligus untuk konsultasi dengan bagian hukum minerba.