Meski demikian, tak ditampiknya pula dari dana tersebut juga ada yang digunakan untuk keperluan di luar operasional perusahaan seperti transfer kepada isterinya, isteri mudanya dan sejumlah keperluan lainnya.
Saat ditanya Jaksa Penuntut Umum apakah aliran dana tersebut ada yang turut mengalir kepada Bupati Tanbu saat itu, terdakwa mengatakan tidak ada.
Diwawancara secara terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Abdul Salam mengatakan, kalau kesaksian yang disampaikan oleh saksi ahli, yang diajukan oleh pihak terdakwa melalui penasehat hukumnya, sangat mendukung untuk pembuktian terdakwa.
“Itu sesuai dengan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 11, maupun pasal 3 dan pasal 4 tentang tindak pidana pencucian uang,” ujar JPU, kepada awak media, usai menjalani persidangan.
Ia juga menjelaskan, untuk kesaksian saksi ahli yang mengatakan kalau yang bertanggung jawab adalah bupati, sebagai pimpinan daerah yang menandatangani perpindahan IUP tersebut, adalah benar.
Pasalnya, sesuai dengan pasal 93 ayat 1 UU Minerba, hal tersebut sudah jelas melanggar, yang mana dalam hal ini tidak diperbolehkan ada pengalihan IUP, apalagi berganti nama, dan untuk kesaksian ahli itu sudah benar. Namun hal tersebut, ranahnya ke pelanggaran administrasi.
“Terkecuali diikuti dengan adanya kegiatan suap menyuap atau gratifikasi oleh pihak yang bersangkutan,” jelas JPU.
“Sementara dalam kasus ini, terdakwa mengakui kalau dari uang Rp 27 miliar lebih itu, dinikmati oleh terdakwa. Seandainya ada mengalir ke mantan bupati Mardani H Maming, akan kami pertimbangkan dan kami kembangkan,” tambahnya.