WARTABANJAR.COM – Pandemi COVID-19 telah mengubah berbagai sendi kehidupan masyarakat, terutama kesehatan. Di antaranya adalah imunisasi anak. Adanya pembatasan pelayanan fasilitas kesehatan dan kekhawatiran orangtua, memberikan dampak sangat besar terhadap pelaksanaan imunisasi terhadap anak.
Laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), cakupan imunisasi difteri, pertusis dan tetanus (DPT3) dan campak dan rubella (MR1) berkurang lebih dari 35% pada bulan Mei 2020 dibandingkan periode waktu yang sama pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan survei Kementerian Kesehatan bersama UNICEF, terjadi perubahan perilaku orangtua dalam mencari pelayanan imunisasi untuk anak, antara sebelum dengan saat pandemi. Sebelum terjadinya pandemi COVID-19, sekitar 90% anak diimunisasi di fasilitas kesehatan (faskes) umum, seperti Posyandu 75%, Puskesmas 10%, Polindes 5%, dan klinik/RS swasta 10%.
Faskes umum, seperti Posyandu dan Puskemas, yang tutup menjadi satu kendala bagi orangtua. Meski demikian, animo mereka untuk mendapatkan imunisasi bagi anaknya tetaplah tinggi
Buktinya, orangtua memilih klinik dan rumah sakit swasta, yang menunjukan terjadi peningkatkan saat pandemi, yakni menjadi 43%. Klinik dan RS swasta dinilai lebih menerapkan protokol kesehatan, sehingga jadi pilihan.
Artinya, betapa protokol kesehatan bagi orangtua dalam menentukan tempat untuk mengimunisasi anaknya.
Berdasarkan data, 60% responden menyatakan bahwa petugas dan kader kesehatan menjadi sumber utama informasi tentang protokol kesehatan untuk layanan imunisasi yang aman.Kemudian, responden menyatakan mendapatkan informasi serupa melalui media sosial sebanyak 58%, yakni disebarkan melalui WhatsApp 42%, Instagram 22%, Facebook/messenger 14%.