WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Berdasarkan data Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), lebih dari 60 persen penghuni lapas berasal dari tindak pidana narkotika.
Terkait hal itu revisi UU Narkotika menjadi salah satu agenda yang kerap diperbincangkan, baik di kalangan pengamat, akademisi, aktivis, peneliti, hingga pemerintah.
Salah satu isu penting dalam revisi UU Narkotika itu adalah mengganti kurungan penjara menjadi pemberian rehabilitasi kepada para penyalahguna narkotika yang bukan merupakan pengedar.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Petrus Reinhard Golose, dalam keterangannya kepada wartawan di Auditorium Yusufronodipuro RRI Jakarta, Rabu (06/04/2022), menegaskan bahwa para pembentuk undang-undang harus mengatur agar revisi UU Narkotika tidak menjadi modus operandi baru.
Menurut Kepala BNN, para pelaku yang menyalahgunakan narkotika berulang kali, yakni lebih dari dua kali tetap harus ditindak untuk menjalani proses hukum pidana.
“Kalau revisi Undang-Undang (UU) Narkotika kita semangatnya adalah merehabilitasi para penyalahguna narkotika, itu hanya maksimal 2 kali. Kalau dia melakukan berulang, ya tetap harus dipidanakan,” kata Golose.
Golose menegaskan bahwa pengguna narkotika tetaplah merupakan seorang pelaku, meskipun penyalahgunaan narkoba merupakan victimless crime, atau tindak kejahatan yang korbannya adalah diri sendiri.
Golose memandang perlu bagi pelaku untuk menjalani proses hukum ketika pelaku menggunakan narkotika berulang kali meski telah melewati rehabilitasi.