“Harus melihat secara utuh apakah karena faktor kesengajaan, adanya petunjuk pada P19 yang minta didalami peranan Nurhayati dari jaksa peneliti, dari diskusi dengan Karowassidik dan Dirtipidkor belum terlihat unsur sengaja mentersangkakan Nurhayati dalam kasus tersebut,” ungkap Agus.
Menurutnya, pihaknya sempat mewacanakan untuk menindak anggotanya tersebut. Namun, hal tersebut diurungkan karena tidak ada unsur kesengajaan anggotanya.
“Sempat ada wacana itu, kan kasian kalau memang tidak ada unsur kesengajaan dan dikerjakan atas koordinasi atau petunjuk kepada penanganan berkas Kepala Desa,” pungkas dia.
Pakar komunikasi dan politik, Emrus Sihombing mengapresiasi rencana tersebut.
Menurut Emrus, penerbitan SP3 usai gelar perkara menunjukkan sikap profesional dan independen yang dimiliki Polri. Pasalnya, proses gelar perkara didasarkan atas data, fakta, bukti yang ditemukan, dan aspek hukum positif yang berlaku.
Tentunya, penyidik polri melakukan proses itu dengan pertimbangan aspek sosiologi hukum, kemanfaatan hukum, dan mengutamakan restorative justice.
“Sehingga saya berpendapat penerbitan SP3 sudah tepat karena atas dasar hukum positif, restorative justice, profesional, dan independen,” kata Emrus saat dihubungi, Minggu 27 Februari 2022.
Emrus pun meyakini, anggota polisi yang menetapkan Nurhayati sebagai tersangka tidak perlu ditindaklanjuti.
Anggota tersebut pasti tidak memiliki unsur kesengajaan atau berniat menetapkan Nurhayati sebagai tersangka.
Dia mengambil tindakan itu karena berdasarkan data dan fakta objektif yang ditemukan sebelumnya.