WARTABANJAR.COM, BANJARMASIN-Guna meningkatkan kecepatan dan keakuratan informasi serta peringatan dini tsunami dan gempa, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memulai proses pemasangan 17 instrumen pendeteksi gempa bumi atau seismograf di seluruh wilayah Indonesia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dikutip dari berbagai sumber, Minggu (19/12/2021) mengatakan pembangunan shelter dan jaringan seismograf ini diperlukan untuk merapatkan jaringan guna meningkatkan performa kecepatan dan keakuratan informasi dan peringatan dini tsunami di BMKG.
Penambahan 17 seismograf itu ditandai dengan peresmian pemasangan sensor seismograf dengan kode SYJI di Kecamatan Candi Abang, Yogyakarta, Sabtu (18/12/2021).
Dengan tambahan 17 sensor tersebut, total ada 428 sensor yang terpasang dari yang sebelumnya hanya 411 sensor dalam Jaringan Sistem Monitoring Gempa Bumi.
Dia menjelaskan bahwa penentuan jumlah dan lokasi penempatan sensor dilakukan berdasarkan historis sumber-sumber gempa bumi yang telah terjadi, yaitu pertemuan antar lempeng tektonik seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Filipina, serta sesar/patahan aktif yang telah teridentifikasi.
Hal tersebut telah dievaluasi dan diperhitungkan oleh BMKG bersama Tim Ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) di bawah koordinasi Prof. Nanang Puspito.
Lebih lanjut, ia menuturkan BMKG sejak 2016 semakin menyadari Indonesia merupakan wilayah yang sangat rawan bencana, namun fakta tersebut tidak dibekali dengan perlengkapan teknologi canggih.
Berdasarkan hal tersebut, BMKG terus melakukan penambahan dan pembaruan alat dan teknologi guna menjaga keselamatan masyarakat terhadap bencana.
Menurutnya, meski fenomena gempa bumi dan tsunami tidak dapat diprediksi dengan tepat, tapi dampaknya dapat dikurangi melalui kecepatan analisa gempa bumi dengan jaringan seismograf yang rapat, pemodelan tsunami yang presisi, penyebaran informasi meluas ke masyarakat dan pendidikan mitigasi bencana yang tepat.