WARTABANJAR.COM, BANJARMASIN – BPKP menemukan masih banyak titik rawan dalam Pengadaan Barang dan Jasa, dan PBJ yang tidak sesuai dengan prinsip dan etika. Mulai dari proses perencanaan sampai dengan serah terima.
Hal itu disampaikan oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi, Agustina Arumsari, pada Seminar Nasional Penguatan Transparansi dan Akuntabiitas Pengadaan Barang/Jasa di Gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Kamis (2/12/2021).
Acara tersebut merupakan rangkaian kegiatan Hari Korupsi Sedunia (HAKORDIA) yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan Anti Korupsi. Pada kesempatan tersebut hadir juga sejumlah pimpinan daerah dan unsur Forkopimda di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan serta disiarkan secara streaming melalui aplikasi zoom.
Lebih lanjut Agustina Arumsari mencontohkan dalam proses perencanaan masih dijumpai kasus seperti calon penyedia yang sudah diarahkan, rekayasan pemaketan untuk menghindari lelang sampai dengan adanya campur tangan pihak luar.
Jika penyimpangan sudah terjadi di awal, maka proses selanjutnya juga akan bermasalah yang pada akhirnya permasalahan seperti kualitas pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi dan kontrak serta pembayaran tidak sesuai dengan realisasi pekerjaan.
Agustina Arumsari juga memberikan studi kasus terkait kasus korupsi Pengadaan Uninteruptible Power Supply (UPS) Sudin Dikmen Jakarta Barat Tahun 2014 yang telah dilakukan audit oleh BPKP.
“Dari hasil audit dijumpai penyimpangan di setiap proses (perencanaan, penganggaran, pelelangan, pelaksanaan hingga pembayaran), fee Oknum 7 persen dari anggaran, serta nilai kerugian keuangan negara mencapai 55,88 persen dari realisasi anggaran, dan juga fee kepada setiap pihak dalam PBJ dan Panitia Penerima Barang,” jelasnya.