Usai Geledah Rumah Sekda HSU, KPK Sudah Periksa 16 Saksi Termasuk Anggota DPRD Tabalong

    Ketua KPK, Firli Bahuri pada konfrensi pers beberapa waktu lalu menyampaikan, Tim KPK telah mengumpulkan berbagai informasi dan data serta keterangan mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, sehingga KPK menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan KPK selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka, Abdul Wahid, Bupati Hulu Sungai Utara periode 2017 sampai dengan 2022.

    Perkara ini berawal dari kegiatan tangkap tangan oleh Tim KPK pada Rabu tanggal 15 September 2021 di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. KPK juga telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, yaitu sebagai berikut MK Plt. Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus PPK dan KPA, MRH Swasta /Direktur CV Hanamas dan FH Swasta /Direktur CV Kalpataru.

    Tersangka AW selaku Bupati Hulu Sungai Utara untuk 2 periode (2012 sampai dengan 2017 dan 2017 sampai dengan 2022) pada awal tahun 2019, menunjuk MK sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten HSU. Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh MK untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh Tersangka AW.

    Penerimaan uang oleh Tersangka AW dilakukan di rumah MK pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh MK melalui ajudan Tersangka AW.

    Pada sekitar awal tahun 2021, MK menemui Tersangka AW di rumah dinas jabatan Bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.

    Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, MK telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud.

    Baca Juga :   Tanah Bumbu Isi Tourism Information Center Lagi di Bandara Syamsuddin Noor

    Selanjutnya Tersangka AW menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10 persen untuk Tersangka AW dan 5 persen untuk MK.

    Adapun pemberian komitmen fee yang antara lain diduga diterima oleh Tersangka AW melalui MK, yaitu dari MRH dan FH dengan jumlah sekitar Rp 500 juta. Selain melalui perantaraan MK, Tersangka AW juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara, yaitu sbb:

    Tahun 2019 sejumlah sekitar Rp 4,6 Miliar

    Tahun 2020 sejumlah sekitar Rp12 Miliar

    Tahun 2021 sejumlah sekitar Rp1,8 Miliar.

    Selama proses penyidikan berlangsung, Tim Penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya.

    Atas perbuatannya, Tersangka AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang[1]Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP.

    Agar proses penyidikan dapat berjalan lancar, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 18 November 2021 sampai dengan 7 Desember 2021, di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih. Sebagai langkah antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, Tersangka akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan tersebut. (tim)

    Baca Juga :   Siap Amankan Pilkada Serentak 2024, Jelang Pencoblosan Polda Kalsel Gelar Deklarasi Damai

    Editor : Hasby

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI