WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menuai pro dan kontra.
Paling disorot adalah pasal 5 Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 yang menuliskan persetujuan korban.
Kata persetujuan korban dianggap sebagai persetujuan perzinahan. Hingga berita ini diturunkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas Muhammadiyah meminta pemerintah untuk mencabut atau merevisi Permendikbudristek No 30 Tahun 2021.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan kembali dukungannya terhadap kebijakan Kemendikbud Ristek terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Hal ini disampaikan Menag Yaqut dalam Konferensi Pers virtual tentang Merdeka Belajar Episode ke-14 bersama Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Menteri PPA I Gusti Ayu Bintang Puspayoga, di Jakarta.
“Ini momentum kita berbuat baik kepada bangsa dan negara terutama di dunia pendidikan,” tutur Menag Yaqut, dikutip dari kemenag.go.id, Jumat (12/11/2021).Â
“Saya selaku Menteri Agama Republik Indonesia, saya menyambut baik dan mendukung atas terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, sebagai bagian dari program Merdeka Belajar Episode ke-14,” imbuhnya.
Menag menuturkan, pencegahan kekerasan seksual sejalan dengan konsep Moderasi Beragama yang terus digelorakan Kemenag.
“Moderasi Beragama singkatnya adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa,” ujar Menag.