Selain berkiprah di sekolahnya, Roehana juga menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda karena ia sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-menjahit untuk kepentingan sekolahnya.
Di samping itu juga Roehana menjadi perantara untuk memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa yang memang memenuhi syarat ekspor.
Ini menjadikan sekolah Roehana berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli yang anggotanya semua perempuan yang pertama di Minangkabau.
Banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemampuan dan kiprah Roehana.
Selain menghasilkan berbagai kerajinan, Roehana juga menulis puisi dan artikel serta fasih berbahasa Belanda.
Tutur katanya setara dengan orang yang berpendidikan tinggi, wawasannya juga luas. Kiprah Roehana menjadi topik pembicaraan di Belanda.
Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatra Barat.
Keinginan untuk berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan kaum perempuan di kampungnya ditunjang kebiasaannya menulis berujung dengan diterbitkannya surat kabar perempuan yang diberi nama Soenting Melajoe pada tanggal 10 Juli 1912.
Soenting Melajoe merupakan surat kabar yang terbit tiga kali dalam seminggu. Soenting Melajoe tercatat dalam sejarah sebagai surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya adalah perempuan.
Kisah sukses Roehana di sekolah kerajinan Amai Setia tak berlangsung lama pada tanggal 22 Oktober 1916 seorang muridnya yang telah didiknya hingga pintar menjatuhkannya dari jabatan Direktris dan Peningmeester karena tuduhan penyelewengan penggunaan keuangan.