“Fasilitas kesehatan tidak perlu mengeluarkan uang tapi disediakan oleh para importir. Dalam artian importir itu memberikan mesin dari Tiongkok yang harganya tak sampai Rp400 juta, tapi diikat,” tuturnya.
Ikatan itu berupa para fasilitas kesehatan tersbeut harus membeli reagennya dari importir, dengan syarat pembelian minimal 1.000 per bulan atau 25 ribu kit, nantinya alat itu menjadi milik fasilitas kesehatan.
Jika fasilitas kesehatan penyedia layanan PCR menggunakan mesin yang diberikan oleh importir, harga satuan reagen adalah Rp60 ribu.
Sedangkan fasilitas kesehatan yang menggunakan mesin sendiri, harga reagen di pasaran hanya Rp 13 ribu.
“Kalau fasilitas kesehatan tidak membeli dari importir dijual sekitar Rp13 ribu per reagen. Kedua, kalau diikat oleh para importir itu, fasilitas kesehatan membeli seharga 60 ribu per reagen,” tegasnya.
Dia menambahkan, alat tes PCR produksi Tiongkok tersebut hanya menggunakan sekali ekstraksi, dan hal itu cukup mengkhawatirkan.
“Yang sangat kami khawatirkan, artinya jangan-jangan ada false positif dalam PCR ini.”
Berdasarkan hasil investigasi tersebut, ada dugaan bahwa pandemi ini bukan musibah tapi berkah untuk mencari cuan besar dan cepat di dalam PCR.
“Karena kenapa, seperti yang dijelaskan dalam artikel, kalau kita breakdown satu PCR itu rata-rata nggak sampai Rp200 ribu bahkan kalau alatnya dari China, nggak nyampai Rp100 ribu untuk modal PCR.”
Harga PCR Pernah Jutaan Rupiah
Diketahui, pemerintah telah beberapa kali menurunkan HET tarif tes PCR.