“Kedua, jangalah engkau menempati bumi-Nya jika ingin berbuat maksiat,” kata Ibrahim.
Sang lelaki kaget dan berkata “Mana mungkin aku pergi dari bumi ini? Bukankah dari timur sampai barat adalah kepunyaan-Nya?”
Ibrahim berkata “Jadi, pantaskah bagimu mengambil rezeki, tinggal dibumi milik-Nya dan engkau terus berbuat maksiat kepada-Nya”. “Tentu tak pantas ya Abu Ishaq.” Jawabnya.
“Kemudian, apa perkara ketiga?” ia bertanya lagi.
“Ketiga, jika engkau ingin berbuat maksiat, carilah tempat yang tidak dapat dilihat oleh-Nya,” kata Syekh Ibrahim bin Adham.
Ia semakin bingung dengan pertanyaan Syaikh Ibrahim. “Itu jelas tak mungkin, Bukankah Allah Maha Melihat dan Maha mengetahui bahkan apa yang terbesit di dalam hati manusia?” jawabnya.
“Wahai saudaraku, masihkah engkau mau berbuat maksiat sedangkan engkau memakan rezeki, mendiami bumi, lalu berbuat durhaka padahal Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui?” dengan lemah lembut Ibrahim terus memberikan penjelasan.
“Baiklah Abu Ishaq” ia mengangguk dengan jawaban Syekh Ibrahim bin Adham.
“Apa yang keempat wahai Abu Ishaq?” ia kembali bertanya.
“Keempat, apabila malaikat mau mendatangimu, katakanlah padanya, tunggu dulu, berikan aku kesempatan untuk bertobat dan berbuat baik,” kata Syekh Ibrahim bin Adham.
“Wahai apa Ishaq, ada-ada saja engkau, bagaimana bisa aku menolak untuk dicabut nyawa, sedangkan umurku telah ditetapkan oleh-Nya,” ujar sang lelaki.
“Kalau begitu, karena engkau tak dapat menangguhkan datangnya ajalmu untuk bertaubat, kenapa engkau terus berbuat dosa?” sahut Syekh Ibrahim bin Adham.
“Engkau benar Abu Ishaq” kata sang lelaki. “Katamu ada lima, empat sudah engkau sebutkan. Sekarang, apa yang terakhir itu?,” tanya lelaki itu.
“Kelima, jika datang malakat Zabaniyyah pada hari kiamat ingin membawamu ke neraka, janganlah kamu mengikutinya,” jelas Syekh Ibrahim bin Adham.
“Wahai Abu Ishaq, tidak mungkin aku mau untuk disiksa di neraka,” jawab laki-laki itu.
Kemudian Ibrahim berkata, “Wahai saudaraku, engkau telah mengetahui perkara yang kelima yang kusebutkan. Bagaimana mungkin engkau ingin selamat bila harus maksiat dan durhaka kepada-Nya?”.
Lelaki itu kemudian berkata dengan tersenyum “Baiklah Abu Ishaq, engkau menjadi saksi bahwa aku telah bertobat kepada Robbku. Dan aku berjanji akan akan meninggalkan kebiasaan maksiat yang telah kulakukan selama ini”.
Subhanallah, nasehat dari seorang Ulama sangatlah diperlukan oleh kita yang bercelomor dengan dosa, semoga kita tidak bosan-bosannya mendengarkan nasehat dari para ulama dengan menghadiri majelisnya. (*)
Editor : Hasby