Opsi pertama, ujarnya, mengarahkan untuk pembuangan sampah ke tempat terdekat dari TPS sampah yang ditutup itu, karena di sana lebih bisa terkelola dengan baik dan tidak berada di pinggir jalan, khususnya jalan raya atau jalan protokol.
“Jadi kita tutup TPS sampah itu karena di sekitar daerah itu kita punya lahan yang lebih representatif untuk dibangun TPS Terpadu (TPST) atau TPS 3R,” terangnya.
Opsi kedua, kata Bang Jack, ada namanya “surung sintak”, seperti di tiga titik sudah diterapkan, yakni, di Jalan Pramuka, Mangko Temon dan Sungai Andai.
“Jadi program surung sintak ini tanpa TPS sampah, kita bekerjasama dengan paman-paman gerobak untuk berlangganan dengan tempat dan waktu yang sudah ditentukan mengambil sampah di lingkungan masyarakat. Surung (serahkan) sintak (ambil), jadi tidak ada lagi sampah berserakan,” terangnya.
Bang Jack mengharapkan, masyarakat mau bekerjasama dengan paman-paman gerobak sampah yang ada di lingkungannya, meskipun harus membayar iuran, di mana juga tidak mahal, misalnya hanya Rp10 ribu atau Rp15 ribu per bulan.
“Kan dihitung-hitung cuma Rp500 perharinya, sampah kita dibuangkan dengan baik dan tertib, demi lingkungan kita juga bersih, hingga semuanya bisa sehat dan terlihat indah,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, jumlah peoduksi sampah di Kota Banjarmasin sebagai ibu kota provinsi Kalsel ini sebanyak 600 ton lebih, sebagian masih dibuang ke sungai dan kolong rumah, selain dapat dikelola melalui TPS 3R, Bank Sampah yang ada di 200 titik dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Basirih di Banjarmasin Selatan. (ant)
Editor: Erna Djedi