“Whatsapp kan bisa Pak, pakai nomor Indonesia, didaftarin di pesawat bisa, pakai wifi,” jawab Safri.
Selanjutnya jaksa KPK juga membacakan percakapan kedua antara Amiril dan Safri.
“Abang, antisipasi, Grahafood pakai kargo NJP karantina meng-acc SKWP diokein oleh Pak Carli, hebat NJP bisa labrak aturan KKP dan nggak hargain abang dan lain-lain karena logistik BBL selama ini adalah ACK, pengiriman selain ACK ilegal. Hari ini ada kiriman 1 PT gunakan kargo lain, sudah di luar kebijakan abang. Izin bapak harusnya PSDKP bisa sidak seperti dibuatkan begitu saja tidak ada yang cegah, aku WA ke Ipung dan Pak Darma,” kata Amiril.
“Gak benar itu karantina dan DJPT bahaya kalau diloloskan ntar aku lapor ke bapak,” jawab Safri.
“Bapak itu siapa?” tanya jaksa KPK.
“Maksudnya Pak Menteri, tapi saya tidak lapor karena saya hanya bicara sama Andreau saja,” jawab Safri.
Andreau yang dimaksud adalah staf khusus Edhy Prabowo yang sekaligus sebagai Ketua Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Dalam perkara ini Edhy Prabowo didakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait pemberian izin budidaya dan ekspor. (ant)
Editor: Erna Djedi