WARTABANJAR.COM, JAKARTA – PT Perusahaan Listrik Negara berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara melalui penerapan metode co-firing biomassa.
“Kami menambahkan bahan bakar biomassa ke dalam tungku pembakaran PLTU, sehingga konsumsi batu bara bisa berkurang dan menurunkan emisi gas rumah kaca dengan tetap menjaga produk dari listrik tersebut,” kata Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN Syofvi Flienty Roekman di Jakarta, Kamis.
Terdapat enam pembangkit listrik batu bara milik PLN yang telah berhasil menjalankan metode co-firing biomassa, yaitu PLTU Paiton dan PLTU Pacitan di Jawa Timur, PLTU Jeranjang di Nusa Tenggara Barat, PLTU Suralaya di Banten, serta PLTU Sanggau dan PLTU Ketapang di Kalimantan Barat.
PLN menargetkan akan melakukan co-firing biomassa pada 52 PLTU batu bara berkapasitas total 18.152 MegaWatt (MW) hingga 2025, dengan kebutuhan biomassa yang berasal dari hutan tanaman energi dan sampah mencapai 9-12 juta ton per tahun.
Metode co-firing biomassa PLTU batu bara diharapkan dapat mendukung peningkatan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) nasional sebesar 23 persen pada 2025, sekaligus mendukung komitmen negara terhadap perjanjian Paris Agreement.
Selain metode co-firing, PLN juga mengembangkan konsep clean coal technology untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar, terkhusus pada PLTU skala besar berkapasitas hingga 1.000 MW.
Sejak 2 Maret, PLN telah mengimplementasikan perdagangan emisi karbon antara pembangkit listrik fosil dengan pembangkit listrik energi hijau. PLTU Paiton di Jawa Timur telah membeli sertifikat penurunan emisi sebesar 1.000 ton karbondioksida dari PLTA Sipansihaporas di Sumatera Utara.