Diusia remaja, saat berumur 17 tahun, Guru Bakhiet berbai’at tarekat syadziliyah kepada ayahnya. Tahun 1986, saat berusia 19 tahun, masyarakat memintanya untuk mendirikan pesantren. Lalu berdirilah Pondok Pesantren Nurul Muhibbin.
Usia yang terbilang muda, namun keilmuannya mendalam. Sebelum berpulangnya ayah tercinta kehadirat Allah SWT, Guru Bakhiet diminta menemui Habib Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus Surabaya atau Habib Zein. Sejak 1993 Guru Bakhiet mulazamah dengan Habib Zein kurang lebih enam tahun di Surabaya, hingga sang guru wafat. Sebelum wafat, Habib Zein meminta Guru Bakhiet untuk mengumpulkan para habaib dan menyiarkan tarekat alawiyah di Kalimantan Selatan.
Dari sinilah Guru Bakhiet menyiarkan tarekat Alawiyah lewat wirid yang dibaca dalam setiap pengajiannya. Jamaah yang hadir pada periode pertama tidak kurang dari 40 orang bertempat di Pondok Pesantren Hidayaturrahman Barabai. Pengajian berlangsung di tempat ini lebih kurang 40 kali pertemuan dalam 40 minggu.
Semakin lama jamaahnya semakin bertambah. Kemudian berpindah ke Pondok Pesantren Rahmatul Ummah. Pesantren ini nantinya berubah nama menjadi Pondok Pesantren Nurul Muhibbin Barabai. Pengajian terus berlangsung hingga sekarang, lebih kurang 28 tahun, dengan jumlah puluhan ribu jamaah.
Di Kalimantan Selatan, majelis pengajian yang diasuh Guru Bakhiet utamanya bertempat di Barabai (Hulu Sungai Tengah), Paringin (Balangan), dan di Handil Bakti (Barito Kuala) dengan nama Bustanul Muhibbin. Selain itu beliau mengisi ceramah undangan di beberapa tempat di Kalsel, Kalteng, Kaltim, Sumatera dan lainnya, Bersambung.. (*)