WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Kebijakan Pemerintah meluncurkan LPG 3 kg nonsubsidi jenis Bright dinilai bisa berdampak makin langkanya gas melon.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai langkah pemerintah meluncurkan Bright 3 kg dengan harga yang lebih mahal di tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg bersubsidi, sebagai sebuah tindakan yang ia sebut “super tega” pada masyarakat.
“Kebijakan itu akan membuat pengadaan dan pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi semakin terbatas dan sulit. Ujung-ujungnya masyarakat dipaksa membeli LPG 3 kg non subsidi,” ungkap Mulyanto dalam siaran persnya dikutip wartabanjar.com, Jumat (28/7/2023).
Ia memperkirakan hadirnya LPG 3 kg non subsidi itu akan meningkatkan tindak penyalahgunaan LPG 3kg bersubsidi oleh pihak tertentu.
Mengingat selisih harga jualnya sangat besar.
Dimana saat ini Pertamina menjual LPG 3 kg merek Bright seharga Rp56.000 terbatas di Jakarta dan Surabaya.
Sementara gas melon 3 kg bersubsidi sebesar Rp20.000.
Dijelaskannya, selama ini salah satu modus penyimpangan gas melon bersubsidi yang ditemukan aparat adalah pengoplosan, yaitu dengan memindahkan isi gas elpiji dari tabung melon 3 kg bersubsidi ke dalam tabung 12 kg non subsidi.
Modus ini tidak lain mengubah dari barang bersubsidi dijual menjadi barang non-subsidi yang berharga mahal.
“Adanya produk gas elpiji Bright berwarna pink berukuran 3 kg non subsidi ini, yang sama persis dengan gas melon 3 kg bersubsidi, akan semakin memudahkan pengoplosan. Apalagi marjinnya (selisih harganya) besar, mencapai Rp36.000 per tabung. Pengoplosan bisa semakin marak,” tambahnya.