KPU-Bawaslu Dedegan, Ribuan Tenaga Honorer Bakal Dihapus 78 Hari Jelang Pemilu 2024

    WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Kebijakan Pemerintah menghapus Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) atau tenaga honorer bakal efektif berlaku per 28 November 2023.

    Hal itu membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) resah, pasalnya mereka dihadapkan pada tantangan tak mudah di menit-menit terakhir jelang Pemilu 2024.

    Tanggal 28 November 2023 hanya berjarak 78 hari dari pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Di samping itu, tanggal 28 November 2023 merupakan hari pertama masa kampanye dimulai.

    Memerlukan honorer

    Dari sisi KPU, total ada 7.551 pegawai non-ASN hingga saat ini. Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia KPU RI, Parsadaan Harahap, mengatakan bahwa jumlah itu tersebar di lingkungan KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kota/kabupaten.

    Situasi menjadi menantang sebab dinamika politik akan semakin intens mendekati hari pemungutan suara.

    Tahapan yang akan dijalani akan berjalan berbarengan dan KPU membutuhkan sumber daya manusia yang memadai serta mumpuni.

    Ada tahapan pencetakan dan distribusi logistik pemungutan suara, misalnya, yang harus dikerjakan KPU dengan cepat dan tepat karena pendeknya masa kampanye Pemilu 2024 yang cuma 75 hari.

    Pada pemilu sebelumnya, masa kampanye yang lebih panjang memberi keleluasaan lebih bagi KPU untuk melakukan pekerjaan tersebut.

    Di sisi lain, penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu Legislatif (Pileg) di tingkat pusat hingga daerah merupakan salah satu tahapan yang rawan sengketa dari pihak-pihak yang merasa tidak puas.

    Itu artinya, KPU harus dapat menjalani tahapan pemilu berbarengan dengan menghadapi kasus-kasus hukum yang mungkin timbul dan juga tak boleh dilewati.

    Parsadaan menyebut bahwa pihaknya masih perlu berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait agar masalah ini bisa teratasi pada waktunya.

    “KPU terus berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk memenuhi kebutuhan SDM KPU melalui jalur pengangkatan (honorer itu menjadi) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS),” kata dia ketika dikonfirmasi pada Senin (20/6/2023).

    “Pada prinsipnya, tahapan pemilu harus tetap berjalan sesuai jadwal yang sudah ada, dengan ketersediaan SDM KPU yang ada saat ini,” pungkasnya.

    Kehilangan 7.000 petugas

    Dari sisi Bawaslu, keadaan tak berbeda jauh. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyebut sedikitnya 7.000 pegawai non-ASN berpotensi purna tugas karena kebijakan ini.

    Bagja mengaku, pihaknya sudah menyurati Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Anas, namun disebut belum ditanggapi.

    Wajar jika Bawaslu pusing, sebab penghapusan ribuan pegawai honorer ini membuat jumlah pegawai Bawaslu menciut hingga tersisa 8-10 orang saja di tingkat daerah.

    Ini rawan. Berbeda dengan Pemilu 2019, Bagja memprediksi, politik uang pada Pemilu 2024 marak di masa kampanye.

    Dulu, masa kampanye panjang. Politik uang kerap terjadi di detik-detik terakhir, yang umumnya menjadi fenomena pada masa tenang–3 hari sebelum pemungutan suara.

    Kini, dengan masa kampanye yang kelewat singkat, praktis para peserta pemilu tak punya cukup waktu untuk memperkenalkan diri dan program ke masyarakat. Mereka dikhawatirkan memilih jalan pintas untuk mendulang suara dengan membeli suara.

    Oleh sebab itu, menurut Bagja, langkah ideal yang harus ditempuh Bawaslu adalah mengerahkan sebanyak-banyaknya pengawas ke masa kampanye.

    “Kita ingin teman-teman (honorer) ini diselamatkan karena mereka sudah berjuang sejak tahun 2018 atau 2019,” ujarnya.

    Penghapusan ribuan honorer ini merupakan imbas dari berlakunya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang menyatakan bahwa ASN hanya terdiri dari PNS dan PPPK.

    Dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), diatur bahwa tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK dalam kurun 5 tahun sejak aturan itu diundangkan pada 28 November 2018.

    Itu artinya, jika tenaga honorer tidak diangkat/lolos pengangkatan hingga 28 November pada 2023, maka yang bersangkutan otomatis dihapus dari lembaga tempatnya mengabdi sebelumnya.

    KPU dan Bawaslu, meski didesak oleh kebutuhan segenting apa pun sebagai lembaga penyelenggara pemilu, tidak bisa berinisiatif memperpanjang masa kerja ribuan tenaga honorer ini. Mereka tidak punya landasan hukum.

    Bagja, misalnya, khawatir pihaknya bakal berujung kena kasus jika ngotot memperpanjang masa bakti para tenaga honorer.

    Menteri PAN-RB Azwar Anas mengonfirmasi bahwa situasi pelik ini bukan hanya terjadi di KPU dan Bawaslu.

    Kepada wartawan, politikus PDI-P itu mengeklaim pemerintah masih terus mencari jalan keluar karena situasi ini bukan hanya terjadi di lembaga-lembaga penyelenggara pemilu, melainkan juga seluruh lembaga negara.

    “Jadi kita sedang exercise ya, termasuk di dalamnya Bawaslu. Mudah-mudahan nanti sebelum November sudah tuntas. Nanti akan ada kebijakan, termasuk afirmasi kebijakan tidak boleh ada PHK massal. Kita mencarikan solusi jalan tengah (dengan) tidak ada pembengkakan anggaran,” imbuh Anas, Senin.(wartabanjar.com/berbagai sumber)

    editor : didik tm

    Baca Juga :   Setelah Pagar Bambu, Pantai Tangerang Mendadak Ada Pelang 'Potensi Tsunami', Warga Heran Kapan Dipasang

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI