WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Sejumlah gerai ritel raksasa milik konglomerat tumbang, di antaranya Transmart, yang terpaksa menutup tujuh lokasi usahanya.
Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) angkat bicara terkait fenomena tutupnya sejumlah gerai ritel modern di Indonesia.
Staf Ahli Hippindo, Yongky Susilo, mengaku cukup prihatin melihat keadaan hypermarket saat ini.
Padahal dulunya hypermarket cukup terkenal lantaran memiliki ciri khas, seperti misalnya dari makanan ataupun merchandise non-food sehingga menarik perhatian konsumen, terutama kelas menengah.
“Nah, dari dulu sampai hari ini nggak ada yang berubah formatnya, mainnya cuma bajak barang, perang harga. Dulu waktu pertama kali muncul ada perbedaan, ada makanan, ada tempat musik, tapi lama-lama ini sudah lebih dari 10 tahun, sudah 20 tahun lebih mereka nggak berubah,” kata Yongky kepada Bisnis, Selasa (31/1/2023).
Menurut Yongky, hypermarket tidak banyak berevolusi dan masih mengikuti pola lama seperti perang harga sehingga membuat konsumen menjadi bosan.
Dia juga mengatakan pola belanja konsumen saat ini sudah mulai berubah.
Dari yang dulunya konsumen senang mendorong troli dan melihat-lihat barang, kini berubah, apalagi sejak adanya handphone yang bisa digunakan sebagai sarana berbelanja secara online.
Pengamat ritel itu kemudian mencontohkan dua perusahaan ritel yang berevolusi, yaitu Indomaret dan Alfamart.
Indomaret sendiri memiliki sejumlah format, seperti Indomaret Fresh dan Indomaret Point. Sementara itu, Alfamart memiliki Alfamidi dan Alfa Express.
Demikian halnya dengan sejumlah supermarket yang ada di Indonesia.