Ironisnya, robot yang sejatinya dikembangkan untuk layanan kesehatan dan perawatan lansia juga tak luput dari risiko. Jika sistemnya diretas, pasien bisa menjadi korban paling rentan, mulai dari cedera serius hingga kehilangan nyawa akibat perintah yang dimanipulasi.
Otomatisasi Picu Pengangguran dan Lonjakan Kejahatan
Laporan Europol juga menyoroti dampak sosial dari pesatnya otomatisasi. Hilangnya jutaan lapangan kerja akibat AI dan robot diperkirakan mendorong sebagian masyarakat ke jalur kriminal.
Kejahatan siber, pencurian terorganisir, vandalisme, hingga perusakan infrastruktur robotik diprediksi meningkat tajam. Dalam skenario terburuk, kejahatan berbasis teknologi ini disebut sebagai “strategi bertahan hidup” bagi kelompok yang tersingkir dari sistem ekonomi masa depan.
Polisi Masa Depan Dipaksa Berubah Total
Menghadapi ancaman tersebut, Europol menegaskan bahwa penegakan hukum harus berevolusi secara radikal. Polisi masa depan tidak hanya memburu pelaku manusia, tetapi juga dituntut mampu menyelidiki niat di balik tindakan mesin otonom.
Sebagai contoh, aparat harus menentukan apakah kecelakaan mobil tanpa pengemudi terjadi akibat serangan siber terencana atau murni karena malfungsi sistem. Untuk itu, polisi diprediksi akan dibekali teknologi futuristik, mulai dari jaring anti-drone, senjata pembeku robot, hingga alat pelumpuh sistem AI otonom.
Europol mencatat, tanda-tanda bahaya sebenarnya sudah muncul saat ini. Penggunaan drone otonom di zona konflik terus meningkat, sementara teknologi serupa mulai merembes ke kejahatan terorganisir dan jaringan terorisme.

