WARTABANJAR.COM, KATHMANDU – Nepal tengah diguncang gelombang revolusi generasi muda. Ribuan Gen Z memadati jalanan ibu kota Kathmandu sejak beberapa hari terakhir, menuntut perubahan total atas pemerintahan yang mereka nilai korup, nepotis, dan anti-kebebasan digital.
Hingga Senin (9/9/2025), bentrokan antara aparat dan demonstran di Nepal menelan sedikitnya 19 korban jiwa dan melukai lebih dari 100 orang.
Awalnya, ribuan pelajar dan mahasiswa turun ke jalan dengan damai. Massa berkumpul di Maitighar sebelum bergerak ke pusat Kathmandu. Banyak peserta aksi masih mengenakan seragam sekolah dan almamater kampus.
Namun, suasana berubah drastis ketika kelompok misterius berbadan besar diduga sengaja memicu kerusuhan. Mereka merangsek ke barikade polisi hingga akhirnya massa berhasil mendobrak masuk ke Gedung DPR Nepal.
Polisi pun merespons dengan gas air mata dan peluru karet, membuat situasi kian kacau. Gedung DPR bahkan dibakar massa, disusul serangan ke kantor partai, Mahkamah Agung, hingga rumah tokoh politik.
Gelombang kemarahan ini tidak terjadi tiba-tiba. Ada sejumlah faktor yang memicu demonstrasi terbesar sepanjang sejarah Nepal:
Korupsi Gila-Gilaan
Kasus paling disorot adalah skandal Airbus 2017, di mana pembelian dua pesawat A330 menyebabkan kerugian negara 1,47 miliar rupee (US$10,4 juta). Sejumlah pejabat tinggi divonis bersalah, mempertebal citra pemerintah sebagai sarang koruptor.
Di tengah rakyat miskin dengan pendapatan per kapita hanya sekitar US$1.300 per tahun, video TikTok anak pejabat Nepal pamer liburan dan barang mewah viral. Istilah “nepo kids” pun jadi simbol perlawanan.

