WARTABANJAR.COM – Presiden Prabowo Subianto akhirnya menanggapi gelombang 17+8 Tuntutan Rakyat yang terus bergema lewat aksi demonstrasi di berbagai kota Indonesia. Dalam dialog bersama sejumlah pimpinan media di kediamannya, Hambalang, Sentul, Kabupaten Bogor, Minggu sore, (7/9/2025), Prabowo mengatakan sebagian tuntutan rakyat masuk akal, sementara sebagian lainnya masih perlu dibicarakan lebih lanjut.
Pernyataan ini seketika memantik reaksi. Publik yang sejak akhir Agustus turun ke jalan menuntut perubahan tidak sedang mencari jawaban diplomatis. Mereka menginginkan kepastian, bukan sekadar “saya kira”.
Isi 17+8 Tuntutan jelas: ada 17 poin jangka pendek dengan tenggat 5 September 2025, dan 8 poin jangka panjang hingga Agustus 2026. Tuntutan itu mencakup pembentukan Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, penghentian kriminalisasi terhadap demonstran, pembekuan tunjangan DPR yang fantastis, hingga penarikan TNI dari ranah sipil.
Prabowo memang menyebut tim independen kasus Affan sebagai ide yang masuk akal. Namun untuk tuntutan strategis, seperti peran TNI dalam urusan sipil, ia memberi jawaban menggantung.
Wajar jika kekecewaan meluas. Di media sosial, pernyataan “saya kira” langsung jadi bahan sindiran. Bagi banyak orang, kata-kata itu hanya menunjukkan sikap ragu, padahal rakyat menunggu kepemimpinan yang tegas.
Sejarah Indonesia sudah berkali-kali membuktikan ketika aspirasi rakyat disepelekan, penguasa selalu membayar mahal. Tahun 1998 adalah bukti paling jelas. Hari ini, 2025, rakyat kembali mengingatkan bahwa mandat presiden hanya bisa bertahan jika suara mereka benar-benar didengar.
17+8 Tuntutan Rakyat bukan sekadar daftar poin. Itu adalah ultimatum politik. Bila jawaban presiden hanya normatif, jangan salahkan bila jalanan kembali jadi arena utama perlawanan rakyat.(Wartabanjar.com/vri/berbagai sumber)