WARTABANJAR.COM, BANJARBARU – Ancaman serius tengah menghantui ekosistem laut Kalimantan Selatan. Data Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel mencatat produksi ikan anjlok hingga 12 persen dalam kurun 2017–2024, dari 179.696 ton kini hanya tersisa 158.250 ton.
Penyebab utamanya: kerusakan ekosistem laut yang dipicu oleh praktik illegal fishing dan destructive fishing. Mangrove, terumbu karang, hingga keseimbangan laut rusak akibat ulah segelintir nelayan yang menggunakan alat tangkap merusak, termasuk jaring cantrang.
15 Kasus Ilegal Fishing Terungkap
Hingga September 2025, Ditpolairud Polda Kalsel berhasil mengungkap 15 kasus illegal fishing, beberapa di antaranya melibatkan nelayan dari luar daerah. Praktik haram ini bukan hanya merusak laut, tetapi juga berpotensi memicu konflik horizontal antar nelayan.
FGD Bahas Pencegahan dan Sinergi
Fenomena tersebut menjadi sorotan dalam Focus Group Discussion (FGD) Destructive Fishing yang digelar Ditpolairud Polda Kalsel, Selasa (2/9/2025), di Auditorium Polda Kalsel, Banjarbaru.
Mengusung tema “Sinergitas Penanganan Destructive Fishing Ditpolairud Polda Kalsel dalam Rangka Menjaga Situasi Kamtibmas yang Kondusif di Wilayah Perairan Kalsel”, kegiatan ini menghadirkan nelayan, pemangku kepentingan, hingga perwakilan daerah lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kapolda Kalsel, Irjen Pol Rosyanto Yudha Hermawan, menegaskan bahwa penegakan hukum adalah jalan terakhir.

