Artinya, “Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada daerah-daerah dan memerintahkan mereka untuk menutup bulan Ramadhan dengan memohon ampunan dan menunaikan sedekah, zakat fitrah. Karena zakat fitrah bisa membersihkan orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna dan perkataan yang tidak baik. Sementara istighfar bisa memperbaiki apa yang telah terkoyak dari puasa dari perkataan yang tidak berguna dan perkataan yang tidak baik. Karena itu, sebagian ulama terdahulu berkata: zakat fitrah itu bagi orang yang berpuasa seperti dua kali sujud sahwi untuk shalat,” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Latha`iful Ma’arif, hlm. 383)
Di ayat lain, perintah mengenai untuk memohon ampunan kepada Allah amatlah jelas.
Terlebih lagi di ayat tersebut juga menjelaskan bahwa Allah merupakan Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
… وَاسْتَغْفِرُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ١٩٩
Artinya, “… dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Baqarah: 199).
Sayyidul Istighfar
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa Sayyidul Istighfar memiliki faedah yang amat besar.
Berikut ini riwayatnya:
Artinya, “Imam Bukhari meriwayatkan dari Syadad bin Aus, ia berkata: Rasulullah bersabda: Sayyidul Istighfar: Allâhumma anta rabbî, lâ ilâha illâ anta khalaqtanî. Wa anâ ‘abduka, wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa‘dika mastatha‘tu. A‘ûdzu bika min syarri mâ shana‘tu. Abû’u laka bini‘matika ‘alayya. Wa abû’u bidzanbî. Faghfirlî. Fa innahû lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta. Barangsiapa yang membacanya di malam hari lalu meninggal pada malam itu, maka ia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang mengucapkannya di siang hari lalu meninggal, maka ia juga akan masuk surga.”