WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Koordinator Pelaksana Gerakan Nurani Bangsa (GNB) Alissa Qotrunnada Wahid menyebut bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat melemahkan profesionalitas tentara.
“Meskipun namanya bukan Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tapi esensinya (jika RUU TNI) membawa senjata ke ruang sipil itu sama saja dan inilah yang ingin kita ingatkan,” kata Alissa dalam konferensi pers GNB di Jakarta, pada Selasa (18/3/2025).
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu juga mengingatkan agar pengesahan RUU TNI itu tidak akan mengulangi kesalahan di masa lalu pada era orde baru, sehingga butuh waktu hingga puluhan tahun untuk mengembalikan supremasi sipil dan hukum ke dalam tatanan pola bernegara demokrasi yang dianut Indonesia.
“Jangan sampai kita kembali, justru mengulangi kesalahan yang sama. Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan hukum, bukan supremasi senjata. Jangan sampai kita kemudian justru menegasikan pengalaman 30 tahun itu dari ruang-ruang. Ruang itu tidak akan dipakai sekarang tapi pintunya sudah dibuka dan itu yang paling berbahaya,” jelasnya.
Senada, Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan terkait penegakan supremasi hukum dan sipil bukan militer.
Menurutnya, hal itu didasarkan kepada bangsa Indonesia sebagai negara yang heterogen, sehingga supremasi militer dapat mengaburkan cara pandang bernegara, bersuku, dan beragama yang berbeda-beda.
“Tentu demokrasi bukan sesuatu yang sempurna tapi tidak ada cara yang lebih baik yang bisa kita pilih dalam konteks yang majemuk yang heterogen ini di tengah-tengah kera