Ia menegaskan bahwa azab dalam bentuk hukuman langsung seperti yang menimpa kaum Nabi Nuh atau Nabi Luth hanya terjadi pada umat terdahulu. Menurut pandangan Ibnu Taimiyah yang ia pegang, umat Nabi Muhammad SAW tidak akan mengalami azab dalam bentuk kehancuran massal di dunia. “Kita diberikan kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri,” jelasnya.
Mukhlis menambahkan bahwa bencana alam, seperti kebakaran di Los Angeles, bisa menjadi ujian kesabaran atau bahkan rahmat tersembunyi. “Segala sesuatu dari Allah itu baik. Jika buruk, kita bersabar; jika baik, kita bersyukur,” ujarnya, mengutip hadis tentang bagaimana setiap perkara orang beriman membawa kebaikan.
Bencana dan Hukum Sebab-Akibat
Diskusi semakin menarik ketika Mukhlis menghubungkan bencana dengan hukum alam atau sunnatullah. “Jika hutan terus ditebang sembarangan, maka wajar jika terjadi banjir dan longsor. Ini bukan azab langsung, tapi konsekuensi dari tindakan manusia,” katanya.
Dalam konteks kebakaran Los Angeles, ia menyebut perubahan iklim, pemanasan global, serta kebijakan pemerintah terkait mitigasi bencana sebagai faktor utama yang perlu diperhatikan. Ia bahkan menyindir bahwa dana APBN Amerika lebih baik digunakan untuk perbaikan sistem pemadam kebakaran daripada suplai senjata.
Introspeksi dan Optimisme
Di akhir sesi, Mukhlis mengajak jamaah untuk berprasangka baik kepada Allah dan menjadikan bencana sebagai bahan introspeksi. “Bencana bukan sekadar azab, tapi pelajaran bagi kita semua,” ujarnya.
Ia menutup dengan pesan bahwa teologi Muhammadiyah dalam fikih kebencanaan menekankan bahwa Allah adalah Maha Baik. “Bencana adalah ujian, rahmat, sekaligus panggilan untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan terus berinovasi dalam pencegahan,” pungkasnya.(Wartabanjar.com/berbagai sumber)