Kontroversi Meningkat: Kritik Pedas Mengalir dari Anggota DPR RI
Namun, usulan ini tidak diterima dengan baik oleh beberapa anggota Baleg DPR RI. Salah satunya adalah anggota Fraksi PDIP, Putra Nababan, yang mengkritisi dasar akademis dari RUU ini. Putra bahkan mengaku baru menerima naskah akademik setebal 78 halaman hanya 30 menit sebelum rapat dimulai.
“Bagaimana kita bisa menjustifikasi pemangku kepentingan di sektor minerba yang begitu banyak, sementara partisipasi publik sangat minim?” tegas Putra dengan nada serius.
Kurangnya Partisipasi Publik Dinilai Sangat Berbahaya! Pakar Kritik Keras Usulan Ini
Kritik juga datang dari Muhammad Saleh, peneliti hukum dari Center for Economic and Law Studies (Celios), yang menyoroti rendahnya partisipasi publik dalam perancangan RUU ini. Saleh berpendapat bahwa sejak awal tidak ada diskusi terkait pengembangan entitas yang layak menerima izin pertambangan.
“Ini mirip dengan kebijakan penunjukan ormas sebagai penerima izin konsesi yang sebelumnya juga kontroversial,” ujarnya kepada Kompas.com.
Saleh menambahkan bahwa pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi bertentangan dengan misi utama mereka yang berfokus pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
“Perguruan tinggi jika ingin mengembangkan unit usaha harus inline dengan misi utama mereka. Tambang jelas bukan salah satunya,” tegas Saleh.
Polemik Panjang Menanti! Publik Menunggu Langkah Selanjutnya dari DPR RI
Meski revisi UU Minerba ini masih dalam tahap penyusunan, wacana pemberian izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi sudah memicu perdebatan sengit. Publik kini menunggu langkah selanjutnya dari DPR RI, dengan harapan kebijakan yang dihasilkan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, namun benar-benar memberikan manfaat besar bagi masyarakat luas dan mengedepankan prinsip tata kelola yang baik dan transparansi.(Wartabanjar.com/berbagai sumber)