Hukum Panitia Kurban Mendapat Jatah Daging

    Kedua, larangan untuk memberi daging sebagai upah kepada pihak penyembelih ini berlaku jika memang di atas namakan upah sewa, artinya terjadi kesepakatan untuk melakukan pekerjaan dengan adanya pembayaran upah.

    Jika tidak ada kesepakatan apapun, maka pemberian tersebut bukan disebut upah (ujrah). “(Dan tidak ada upah) untuk pekerjaan seperti mencukur rambut, menjahit baju, mengguntingnya, dan mewarnainya dengan pewarna pemiliknya (tanpa ada syarat) upah. Maka jika seseorang menyerahkan kain bajunya kepada penjahit untuk dijahit … kemudian diapun melakukannya, dan tidak ada satupun di antara mereka yang menyebutkan upah atau apa yang dapat dipahami upah, maka tidak ada upah baginya karena dia orang yang melakukannya dengan cuma-cuma.” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1998] halaman 131).

    Karena itu, meskipun menjadi panitia, ia tetap berhak menerima daging kurban atas nama sedekah jika tergolong fakir miskin, dan atas nama ith’am (pemberian hidangan) dalam kurban sunah, jika tergolong orang yang mampu atau kaya.

    “Dikecualikan dengan upah, adalah memberikannya dari daging qurban karena fakirnya, dan memberinya makanan dari qurban, jika dia kaya, maka keduanya diperbolehkan.” (Muhammad Mahfudz At-Tarmasi, Hasyiyah At-Tarmasi, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2023] juz VI, halaman 677).

    Ketiga, dalam pembagian daging kurban, diperbolehkan untuk memberikannya kepada satu orang miskin saja, tidak ada keharusan untuk membagi rata daging kurban kepada seluruh orang miskin di daerahnya.

    Baca Juga :   Waspada Penawaran Sebagai Mitra Tiktok Jadi Modus Penipuan

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI