Peringatan itu baru-baru ini dikeluarkan merespon lontaran-lontaran massa korona yang massif dari Matahari yang mengarah ke Bumi dan dikategorikan ke dalam kelas G4-G5 (Severe-Extreme).
Mengutip unggahan di Instagram Observatorium Boscha, Sabtu (11/5/2024), disebutkan bahwa badai magnetik ini dipicu oleh aktivitas bintik hitam Matahari Region 3664 yang pada saat ini ukurannya berkembang mencapai 17 kali diamater Bumi.
Badai geomagnetik yang berisi partikel-partikel bermuatan akan mengganggu jaringan listrik hingga navigasi dan komunikasi berbasis satelit.
Untuk itu serangkaian mitigasi harus dilakukan untuk menghindari risiko kerusakan.
Badai Geomagnetik kelas G5 di tahun 2003 silam mengakibatkan padamnya listrik di Swedia dan kerusakan transformer listrik di Afrika Selatan.
Badai geomagnetik yang besar juga akan memicu aurora yang menakjubkan hingga ke lintang sedang.
Jika normalnya, aurora hanya dapat diamati di daerah kutub dan lintang tinggi, badai geomagnetik kali ini membuat aurora dilaporkan terlihat hingga kota London di Inggris bahkan Florida, Amerika Serikat.
Fenomena aurora ini akan dapat diamati dalam beberapa hari ke depan.
Bisa Diamati dari Indonesia atau Tidak?
Menjawab pertanyaan seorang netizen apakah aurora bisa juga diamati dari Indonesia yang beriklim tropis, Observatorium Bosscha menjawab tidak bisa.
Hal itu dikarenakan solar flares tidak berdampak pada cuaca panas.
Panas yang disebabkan oleh partikel bermuatan sebagian besar dipantulkan kembali oleh thermosfer ke ruang angkasa, hanya sebagian kecil saja yang diserap atmosfer, namun jumlahnya sangat tidak signifikan jika dibandingkan oleh panas eksisting yang disebabkan oleh radiasi visible dan ultraviolet dari Matahari.