Kepala BPKP Kalsel menjelaskan penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan dengan lebih bersifat sektoral/individual Satker atau per SKPD, serta kurangnya kolaborasi dalam pelaksanaan program dan kegiatan menyebabkan capaian indikator outcomes rendah.
“Apabila dilihat dari target nasional prevalensi stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024, capaian program percepatan penurunan stunting yang dilakukan pada tahun 2023 berisiko tidak tercapai,” tambah Ayi Riyanto.
Melalui Peraturan Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, Pemerintah mencanangkan berbagai aspek yang penting dalam memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan gizi yang baik bagi masyarakat.
Hal tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu untuk memberantas kelaparan, mengatasi malnutrisi, dan meningkatkan produktivitas pertanian secara inklusif dan berkelanjutan pada tahun 2030.
Sementara itu, untuk mewujudkan visi misi RPJMD 2021-2026, salah satu isu strategis yang diangkat adalah food estate (ketahanan pangan).
“Pada sektor ketahanan pangan di Kalsel terdapat beberapa risiko yang perlu diperhatikan yaitu risiko laju alih fungsi lahan tidak terkendali, peningkatan kapasitas dan kelembagaan petani tidak efektif dalam meningkatkan kesejahteraan, dukungan peralatan pertanian tidak selaras kebutuhan, oleh karena itu diperlukan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan swasta, BUMN,” tutupnya. (ernawati/mc)
Editor: Erna Djedi