WARTABANJAR.COM – Di era teknologi yang terus berkembang, berbagai inovasi hadir untuk menggantikan tradisi lama. Salah satunya adalah kebiasaan merokok, yang kini semakin tergantikan dengan tren yang disebut “nge-vape”.
Vaping, menggunakan alat elektronik yang menghasilkan uap yang dihirup penggunanya, dianggap sebagai alternatif yang lebih “bersih” daripada rokok konvensional.
Namun, apakah benar nge-vape lebih aman? Mari kita telisik fakta-fakta ilmiah di balik fenomena ini sebagaimana dilansir website Kemenkes RI.
Apa Itu Vaping?
Vaping adalah aktivitas menghirup uap yang dihasilkan oleh rokok elektronik (e-rokok) atau perangkat serupa.
Rokok elektrik atau Vape bekerja dengan memanaskan cairan yang biasanya mengandung nikotin, pelarut, dan perasa, menghasilkan uap yang kemudian dihirup penggunanya.
Persepsi vs Realita
Secara umum, vaping dipandang sebagai pilihan yang lebih sehat daripada merokok tradisional.
Ini disebabkan oleh pengurangan jumlah zat berbahaya yang biasa ditemukan dalam asap rokok konvensional.
Namun, persepsi ini seringkali menyesatkan. Faktanya, vaping juga menyimpan potensi bahaya yang tidak boleh diremehkan.
Bahaya Kimiawi dalam Vape
Vape mengandung berbagai bahan kimia yang berpotensi membahayakan. Salah satu contoh adalah diacetyl, yang sering digunakan untuk memberikan rasa mentega pada uap.
Diacetyl terkait erat dengan penyakit paru-paru yang serius, seperti bronkiolitis obliterans, yang dikenal juga sebagai “popcorn lung”.
Selain itu, ketika cairan vape dipanaskan, proses ini dapat menghasilkan aldehida seperti formaldehida yang bersifat karsinogenik atau dapat memicu penyakit kanker.