Pedagang yang minta identitasnya tidak diwartakan mengaku harus menyisihkan uang dari hasil jualannya perhari untuk membayar pungutan sewa lapak dan listrik. Pada mulanya, biaya sewa lapak tersebut dibayar harian, namun tiga tahun belakangan sewa lapak harus dibayar bulanan.
“Dahulu bayarnya harian, 10 ribu untuk lapak dan 5 ribu untuk listrik. Sekarang paling nggak harus menyediakan uang sekitar 450 ribu sebulannya,” sambungnya lagi.
Dirinya juga mengungkapkan, bahwa pungutan biaya sewa itu baru-baru saja terjadi sekitar lima tahun terakhir. Terlebih, di titik lain pungutan sewa lapak dan listrik untuk odong-odong, mobil listrik dan lukisan dikenakan biaya Rp 25 ribu per harinya atau Rp 750 ribu per bulannya.
“Dulu pas awal saya jualan disini, gak ada pungutan biaya sewa dan listrik karena pakai aki. Lalu ada yang bikinkan stop kontak disini, ditaruh di dinding saluran air ini, lalu kami diperbolehkan memakai dengan ketentuan bayar Rp 5 ribu,” sambungnya lagi.
Adanya pungutan sewa lapak itu memberatkan sejumlah pedagang kecil yang berjualan untuk menyambung hidup. Belum lagi jika sepi pelanggan dan para pedagang tidak diperbolehkan untuk berjualan saat ada acara tertentu.
Jika ingin berjualan pun, para pedagang akan dipungut lagi untuk bayar sewa di luar biaya yang sudah ditetapkan.
“Yang disayangkan, saya tidak bisa jualan kalau ada acara disini. Jadi ya, sayang saja uang sewanya, kalau mau jualan pas ada acara, uang sewanya beda lagi maka bisa sampai Rp 200 ribu per lima hari atau lebih tergantung lama harinya,” ujarnya lagi.