WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap dua orang pelaku penjual video gay anak atau video gay kids (VGK) di media sosial. Salah satu pelaku merupakan anak berusia 16 tahun.
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan kasus ini terungkap setelah pihaknya melakukan patroli siber.
“Hasil patroli siber, petugas menemukan adanya dugaan tindak pidana penyebaran maupun penjualan konten video maupun foto asusila sesama jenis. Yang juga mengeksploitasi anak sebagai korbannya di dalam konten video maupun foto yang disebar maupun dijual melalui media sosial,” kata Kombes Ade Safri dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
BACA JUGA: Vonis Oknum Polisi Pelaku Kekerasan Seksual di Palangka Raya Disorot DPR RI
Kasus ini diketahui polisi terjadi pada 26 Juli 2023. Pelaku menyebarkan konten video gay anak ini melalui akun Telegram.
Dari sejumlah barang bukti video maupun foto yang ditemukan dari pengungkapan kasus tersebut, didapati adanya pelibatan anak-anak Indonesia.
Menurut Kombes Ade Safri video itu diperjualbelikan. “Juga kami temukan fakta bahwa dalam video yang diunggah atau diperjualbelikan tersebut ada video-video yang diduga melibatkan anak-anak Indonesia,” ujar Ade Safri, Sabtu (19/8/2023).
Temuan tersebut menjadi perhatian dan kekhawatiran polisi bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk menindaklanjutinya.
Menurut Ade Safri, perlu dilakukan mitigasi untuk memberikan kepastian, perlindungan untuk anak-anak Indonesia, pemenuhan hak-hak mereka, melakukan rehabilitasi yang melibatkan semua stakeholders baik KPAI maupun pemda setempat, termasuk dari psikolog anak.
“Kita berharap traumatik yang didapatkan oleh anak-anak ini pasca kejadian bisa pulih kembali kemudian bisa beraktivitas dan melanjutkan hidup secara wajar dan normal,” kata Ade Safri.
Ade Safri juga menyampaikan pihaknya meminta kepada Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk melakukan pemblokiran konten pornografi anak yang ditemukan di media sosial.
“Inilah langkah konkrit yang kami lakukan, betul bahwa marak beredar di Telegram, terkait dengan praktik-praktik atau tindak pidana serupa dan ini untuk preventif yang kami lakukan kami telah kerja sama dengan Kementerian Kominfo untuk melakukan take down maupun blokir terhadap situs-situs yang beredar di Telegram, baik itu Telegram maupun Facebook, termasuk upaya-upaya penegakan hukum akan terus kita lakukan dan kita akan buru sampai di mana pun predator-predator anak yang melakukan tindak pidana yang terjadi,” tutupnya.
Dijual di Telegram
Kombes Ade Safri mengatakan, konten-konten itu dijual oleh tersangka R (21) dan LNH (17) melalui aplikasi pesan singkat Telegram.
“Dalam penyidikan yang kami lakukan, anak-anak berada di video dan foto yang dijual atau diunggah oleh tersangka tersebut, ada di antaranya adalah indikasi anak-anak yang ada di Indonesia,” ujar Ade Safri di Mapolda Metro Jaya, Jumat (18/8/2023).
Selain video anak-anak, dua tersangka juga menyebarkan konten video porno orang dewasa. Video-video itu pun dijual di media sosial.
Tersangka LNH, yang ditangkap di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, berperan mencari member untuk dimasukkan ke dalam grup Telegram.
“Yang bersangkutan merupakan admin dari sebuah akun Facebook, di mana oleh yang bersangkutan, digunakan untuk mempromosikan foto atau video asusila sesama jenis di akun Facebook-nya,” jelas Ade.
“Untuk selanjutnya, bagi yang berminat atas promote (promosi) tersebut, kemudian dipersilakan DM (direct message) dengan membayar sejumlah uang kepada LNH melalui rekening penampung,” lanjut Ade.
Selanjutnya, pembeli akan dimasukkan ke dalam suatu grup di Telegram yang berisi foto dan video pornografi sesuai yang dijanjikan.
Tak hanya jadi admin, LNH juga memasang tarif dan paket berlangganan yang berbeda.
“Untuk 110 foto dan video, dibanderol dengan harga Rp 10.000. Kemudian, untuk 220 foto atau video, dengan harga Rp 20.000. Untuk 260 foto atau video seharga Rp 25.000, dan 360 foto dan video, (member) membayar Rp 30.000,” jelas Ade.
“Terakhir adalah member VIP, yang mana peminat diwajibkan membayar Rp 60.000,” imbuh dia.
Modus tersangka
Sementara itu Kombes Ade Safri mengatakan, modus yang dilakukan R (21), tersangka yang lebih dahulu ditangkap di Sumatera Selatan, tidak jauh berbeda dengan LNH.
Pembeli akan membayar uang yang telah disepakati untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam salah satu grup di Telegram.
“Tersangka R membanderol Rp 150.000 untuk mendapatkan foto dan video pornografi sesama jenis khusus dewasa, sedangkan Rp 250.000 untuk mendapatkan konten video atau foto yang melibatkan eksploitasi anak,” jelas Ade.
“Terdapat 10 akun Telegram yang digunakan oleh para tersangka untuk promosi terkait dengan paket-paket penjualan konten video atau foto asusila sesama jenis dan terdapat enam channel Telegram yang digunakan tersangka untuk beraksi,” tutur Ade.
Dua tersangka itu kini dijerat Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara enam tahun.
BACA JUGA: Pembunuhan Komplek Taekwondo Banjarmasin Diduga Berlatar Pelecehan
“Dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar dan atau Pasal 4 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, termasuk Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, termasuk dijerat Pasal 76i juncto Pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” ucap Ade.
“Yang mana disebutkan dilarang untuk mengeksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terjadap anak dengan ancaman pidana penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta,” ungkap Ade.(wartabanjar.com/berbagai sumber)
editor: didik tm
Ada Anak Indonesia di Video Porno Sesama Jenis, 110 Foto dan Video Dijual Cuma Rp 10.000
Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com