Peneliti AS Prediksi 2024 Jadi Tahun Terpanas, Dwikorita: El Nino Makin Menguat

    WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Pengamatan indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) berdasarkan skala mingguan per 4 Juni 2023 menunjukkan suhu muka laut di wilayah Nino 3,4 terus meningkat.

    Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memperingatkan adanya ancaman El Nino di Indonesia.

    “(El Nino) diprediksi akan berlangsung dengan intensitas awalnya lemah sekitar bulan Juni kemudian setelah Juni diprediksi menguat hingga moderat,” tuturnya, dikutip dari Kompas.com (6/6/2023).

    Di saat yang sama, gangguan iklim lainnya juga diprediksi akan terjadi pada Juni 2023, yaitu Indian Ocean Dipole (IOD) positif.

    BACA JUGA: El Nino Diprediksi Bakal Sebabkan Penurunan Produksi Padi RI Hingga 5 Juta Ton

    Prediksi peneliti AS

    Ancaman El Nino tidak hanya menghantui Indonesia, tetapi juga beberapa negara di belahan Bumi lainnya.

    Ilmuwan Amerika Serikat (AS) memperkirakan bahwa El Nino bisa mengakibatkan 2024 menjadi tahun terpanas.

    Dilansir dari BBC, para ilmuwan khawatir hal itu akan mendorong dunia melewati tonggak penting peningkatan pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius.

    Selama berbulan-bulan, para peneliti semakin yakin bahwa fenomena El Nino akan muncul di Samudra Pasifik.

    “Ini meningkat sekarang, ada tanda-tanda dalam prediksi kami selama beberapa bulan, tetapi tampaknya akan mencapai puncaknya pada akhir tahun ini dalam hal intensitasnya,” kata Adam Scaife, kepala prediksi jarak jauh di Met Office Inggris.

    “Rekor baru untuk suhu global tahun depan pasti masuk akal. Itu tergantung seberapa besar El Nino terjadi. El Nino besar di akhir tahun ini, memberi peluang besar bahwa kita akan memiliki rekor baru, suhu global pada tahun 2024,” lanjutnya.

    Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan kondisi anomali suhu muka laut saat konferensi pers virtual oleh BMKG, Selasa (6/6/2023).

    Rekor di tahun 2016

    Sebelumnya, fenomena El Nino pernah terjadi pada 1997 sampai dengan 1998.

    Dampak saat itu menelan biaya lebih dari 5 triliun dolar Amerika Serikat dengan sekitar 23.000 kematian akibat badai dan banjir.

    Pada 2016, fenomena El Nino juga kembali terjadi dan menyebabkan rekor terpanas.

    BMKG mencatat, El Nino mulai berkembang pada 2018, 2009, 2006, dan 2004.

    Dampak El Nino di dunia

    El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudra Pasifik tropis bagian tengah.

    Fenomena ini berperan penting terhadap variasi iklim tahunan.

    Dampak El Nino akan menyebabkan pengurangan curah hujan, meningkatkan potensi kekeringan juga kebakaran hutan.

    Dilansir dari NPR, El Nino di Amerika Serikat Bagian Utara dan Kanada berdampak pada cuaca yang lebih kering dan hangat.

    Saat ini, Kanada sudah mengalami mata air panas yang tidak normal dan bergulat dengan kebakaran hutan.

    Kebakaran itu meluas dari Alberta sampai ke Maritimes di Timur.

    Di Amerika Serikat bagian selatan, perubahan iklim membuat badai hujan lebat yang berbahaya.

    El Nino juga memperburuk banjir bandang yang menghancurkan rumah dan memakan korban jiwa.

    El Nino turut memengaruhi cuaca dunia dan berpotensi membawa kekeringan ke Australia dan mengurangi musim hujan di India.

    Para peneliti memperkirakan dampak tersebut akan dirasakan pada cuaca yang lebih kering di Australia dan sebagian Asia.

    El Nino juga biasanya memperkuat kondisi kekeringan di Afrika.(wartabanjar.com/berbagai sumber)

    editor : didik tm

    Baca Juga :   Jaringan Judi Online Kamboja di Batam Digerebek, Pengelola Sewa Kamar Apartemen

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI